Sekolah Santa Ursula BSD selalu berupaya untuk mengembangkan setiap peserta didik menjadi manusia yang utuh, cerdas, dan memiliki semangat melayani. Proses belajar nilai-nilai hidup, kearifan lokal, budaya setempat tentu tidak akan bisa dipelajari secara mendalam di bangku sekolah. Ketika peserta didik sudah berada di kelas XII maka mereka wajib mengikuti kegiatan live in.
Live in adalah tinggal dan hidup bersama. Bersama siapakah? Tentu bukan bersama keluarga di rumah tetapi bersama sebuah keluarga baru. Melalui belajar “tinggal bersama” dengan teman dan keluarga baru, peserta live in akan belajar banyak hal baru pula. Mereka harus belajar saling mendukung, saling menguatkan dengan teman pasangan tinggalnya.
Selanjutnya, mereka akan belajar “hidup” bersama keluarga baru mereka. Banyak hal pasti berbeda dengan kehidupan keseharian mereka. Rumah dan lingkungannya pasti merupakan hal yang sungguh-sungguh baru karena mereka tinggal di desa. Selama 5 hari 4 malam mereka akan berelasi dan menjadi bagian dari seluruh kehidupan keluarga baru mereka.
Lelah, canggung, bingung, tidak bisa berkomunikasi (kebanyakan penduduk desa berbahasa Jawa), tidak tahu apa yang harus dilakukan, rindu keluarga di rumah, rindu tempat yang bersih adalah keluhan awal yang muncul dari peserta didik. Namun, sapaan yang ramah dan tulus, serta kasih keluarga dari masyarakat desa ternyata mampu menyentuh mereka secara pribadi sehingga akhirnya mereka berani membuka diri dengan terlibat dalam seluruh dinamika kehidupan keluarga.
Desa Samigaluh, Tetes, Balong, dan Gorolangu di Paroki Boro menjadi desa lokasi live in Santa Ursula BSD untuk tahun 2018. Semua desa tersebut terletak di daerah perbukitan yang kering dan tandus. Perjalanan naik turun, rumah-rumah dengan lokasi berjauhan, sawah dan ladang yang jauh dan kering, kesulitan air bersih karena musim kemarau, menjadi tantangan yang sangat menarik.
Di sinilah, peserta live in belajar peduli dan berempati dengan masyarakat sekitar. Mereka belajar bertahan untuk tidak mandi dan mencuci rambut setiap hari karena tidak ada air padahal badan begitu berkeringat. Mereka belajar keras untuk keluar dari zona nyaman mereka. Maka, live in di Santa Ursula BSD bukan lagi sekedar berpindah tempat, belajar bertani, belajar beternak, belajar memasak, atau bahkan berwisata tetapi waktu untuk belajar tentang hidup dan kehidupan secara nyata. L.M. Sri Sudartanti Purworini
Kongres Anak, Membentuk Generasi Sehat
SEBANYAK 184 anak hadir meramaikan suasana di kampus SD St. Angela, Atambua,
Kabupaten Belu, Nusa Tenggara Timur (NTT). Ya, mereka datang dalan kegiatan
kongres anak Sekolah Ursulin Se-NTT dan Timor Leste dalam acara “Serviam Camp”,
Kamis-Minggu, 18-21/10. Peserta kongres
terdiri dari 107 anak SD St. Angela-Atambua, 39 anak SD St. Ursula Baucau-Timor
Leste, 30 anak SD St. Ursula- Ende, dan 8 anak SDK St. Angela-Labuan Bajo.
Perjalanan jauh dilalui para peserta kongres. Mereka naik bus sekitar 7-8 jam dari Kupang menuju Atambua. Dalam perjalanan, beberapa anak mengalami pusing, mabuk, mual, dll. Meski begitu, tak menyurutkan antusias dan semangat anak-anak untuk mengikuti acara Serviam Camp.
Perjalanan jauh dan melelahkan juga dialami peserta kongres anak dari SD St. Ursula, Baucau-Timor Leste. Melalui jalur darat selama kurang lebih 6 jam, mereka melalui medan jalan yang cukup rusak dan berliku dari Baucau menuju kota Dili. Tidak sampai disitu saja, anak-anak juga melalui wilayah perbatasan antara Indonesia-Timor Leste.
Setibanya di Atambua, wajah anak-anak terlihat senang ketika berjumpa dan berkenalan dengan peserta kongres anak dari sekolah lain. Perjalanan jauh dan melelahkan terbayar dengan sambutan hangat dari para peserta dan panitia.
Pertama kali Diadakan
Kegiatan Serviam Camp diawali dengan Misa pembukaan yang dipimpin oleh Romo Epen Seran. Terlihat, para peserta membaur dibagi berdasarkan nama kampung yang berhubungan dengan Santa Angela seperti Desenzano, Le Greeze, Salo, dll. Saat Misa pembukaan, anak-anak menggunakan pakaian daerah dari wilayah tempat mereka tinggal.
Dalam homilinya, Romo Epen memberi apresiasi kepada peserta kongres anak yang hadir. Sejatinya, kegiatan seperti ini biasanya diadakan di tingkat SMP-SMA. Tetapi kali ini, diadakan di tingkat SD.
“Anak-anak sejak kecil sudah harus dibina rasa kebersamaan dan keberagamannya. Selama kongres, anak-anak harus melihat wajah teman lainnya sebagai wajah Kristus yang peduli dan melayani. Jangan lupa, untuk menampilkan semangat Santa Angela dalam kongres kali ini,” kata Romo Epen. Kebersamaan ini, lalu ditunjukkan anak-anak ketika menyanyikan lagu kebangsaan Indonesia dan Timor Leste.
Sementara itu, ketua panitia, Sr. Kristina M. Nggoik, OSU, dalam sambutannya menturukan kongres anak Serviam Camp untuk Sekolah Ursulin di Pulau Jawa sudah sering diadakan. Tetapi, untuk wilayah se-NTT dan Timor Leste baru pertama kali diadakan. Persiapan dilakukan selama kurang lebih 1 tahun dengan susunan panitia gabungan dari berbagai sekolah.
“Selama kami berproses, kendala disana sini pasti ada. Tetapi seperti kata-kata Santa Angela, yakinklah dan dengan tekad bulat pada hari ini kami dapat menyaksikan karya Agung Tuhan. Terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu sehingga kami dapat melangkah dalam keterbatasan ini,” imbuh Sr. Kristin.
Hal senada juga diungkapkan Ketua I Pusat Yayasan Pendidikan Ursulin, Sr. Ferdinanda Ngao, OSU bahwa Serviam Camp di Pulau Jawa sudah diadakan sejak 2006. Lalu, mengapa di tingkat NTT dan Timor Leste baru pertama kali diadakan. “Para Suster Ursulin melihat jumlah siswa khususnya di NTT dan Timor Leste mulai berkembang. Kita hari ini, berkumpul sebagai satu keluarga Serviam,” tandas Sr. Ferdinanda.
Selain itu, lanjut Sr. Ferdinanda, tujuan diadakan kongres anak ini yaitu untuk membentuk generasi penerus Bangsa Indonesia dan Timor Leste. Generasi yang sehat secara moral dan spiritual. “Ke depan, kami berharap tidak ada lagi korupsi di Indonesia dan Timor Leste. Anak-anak SD Ursulin harus memiliki integritas dan keterampilan, Mereka harus cerdas, baik hati, tangan yang bisa bekerja, dan berbuat sesuatu,” tegas Sr. Ferdinanda.
Menanam Pohon & Pos Perbatasan
Pada keesokan harinya, dengan cuaca yang sangat panas, para peserta kongres menuju SMK Kelautan Kakuluk Mesak. Mereka menanam dengan berbagai jenis pohon yang dapat tumbuh dan berkembang di tengah cuaca panas. Nantinya, pohon harus dirawat oleh para guru dan siswa SMK Kelautan Kakuluk Mesak sehingga dapat tumbuh berkembang baik.
Setelah menanam pohon, para peserta
menuju pos perbatasan Indonesia-Timor Leste. Anak-anak sangat gembira karena
untuk pertama kalinya mereka mengunjungi pos perbatasan. Dengan penjagaan
ketat, anak-anak masuk hingga tugu selamat datang Timor Leste. Tidak
ketinggalan, para panitia menceritakan mengenai sejarah Indonesia – Timor
Leste. Dan penjelasan mengenai pos perbatasan Indonesia- Timor Leste.
Setelah itu, para peserta
melakukan kunjungan ke warga sekitar kampus St. Angela, Atambua. Mereka
membagikan sembako dan melakukan wawancara singkat. Salah satu rumah yang kami
kunjungi yaitu rumah Bapak Estevanus & Ibu Benedicta. “Terima kasih atas kunjungan anak-anak SD
Uruslin, pesan bapak kalian harus rajin belajar dan dengar nasehat orang tua,”
kata Bapak Estevanus yang sehari-harinya bekerja sebagai pemotong kayu ini.
Pada hari berikut, para peserta kongres melakukan debat dengan 3 tema besar yaitu pengaruh gadget, nonton tv, dan main game. Debat dilakukan di 2 ruangan terpisah karena peserta kongres harus menggunakan Bahasa Indonesia dan Bahasa Tetun. Debat berlangsung seru dan ramai.
Kongres ke-2 di Ende
Selama 3 hari berproses, para peserta kongres tiba di penghunjung rangkaian acara. Usai misa penutup, anak-anak menyalakan lilin dan pengalungan Rosario. Secara simbolis, dari tiap perwakilan sekolah menyerahkan pohon kelapa. Mereka juga membacakan dan menyatakan hasil kongres anak secara bersama-sama dalam Bahasa Indonesia dan Bahasa Tetun.
Diputuskan bahwa kongres anak dilakukan setiap dua tahun sekali. Dan pada 2020, kongres anak akan diadakan di SD St. Ursula- Ende. Acara kemudian diakhiri dengan lomba mars “Servite Et Amate”.
Di hari kepulangan, para peserta berpamitan dan banyak dari mereka yang menangis. Para guru dan panitia berusaha menenangkan peserta. Kegiatan diakhiri dengan foto bersama dan pulang ke tempat masing-masing. Aprianita Ganadi
Oleh: Sabina Prajnamalini P. S.
Waduk Jatiluhur menjadi rumah baru bagi kami selama 6 hari itu. Kami, siswa kelas 11 SMA Santa Ursula BSD terbagi ke dalam 2 gelombang. Gelombang pertama berangkat pada tanggal 3-8 September dan gelombang kedua pada tanggal 10-15 September. Bersama teman-teman di dalam kelompok, kami menjalani serangkaian kegiatan yang difasilitasi oleh tim Outward Bound Indonesia. Tanpa gawai, pendingin ruangan, dan segala kemewahan lainnya, kami diajak untuk hidup dan tinggal di alam terbuka, sekaligus terbuka terhadap alam itu sendiri.
Setiap hari kami melakukan semua kegiatan tanpa ada jadwal yang pasti. Satu-satunya hal yang bisa menjadi pegangan bagi kami adalah prinsip mengenai adanya konsekuensi. Semuanya ditentukan oleh kami dan hal itu akan berdampak pada banyak hal lainnya. Terlambat memulai, maka akan terlambat menyelesaikan. Semakin siang kami mengawali kegiatan kami, maka akan semakin malam kami tidur—sesederhana itu. Namun jika tidak ditepati, kelompoklah yang akan menanggung rugi.
Berbicara mengenai kelompok, tak dapat dipungkiri lagi bahwa ia merupakan salah satu unsur terpenting dalam perjalanan ini. Sebagai sebuah keluarga selama 6 hari, semua anggota dituntut untuk bisa memahami satu sama lain, saling menjaga, dan mendukung. Peran-peran berbeda yang harus kami ambil secara bergilir tiap harinya membuka peluang untuk belajar hal baru. Kami diajak untuk mampu membangun sinergi yang baik dan bertanggung jawab atas peran yang telah kami ambil. Dari pengalaman ini kami semakin memahami makna persahabatan itu sendiri.
Secara keseluruhan, semua kegiatan yang diadakan bersama tim OBI ini memang sangat menantang. Ia menguji ketahanan kami, baik secara fisik maupun mental. Ia mendorong kami untuk menembus batas-batas yang tadinya kami miliki. Kutipan dari Kurt Hahn, pendiri Outward Bound menyatakan bahwa ada sesuatu yang lebih di dalam diri kita dari yang selama ini kita ketahui. Semua kegiatan membawa kami sampai pada titik itu. Kami disadarkan bahwa setiap dari kami memiliki kekuatan dan itu sangat perlu untuk dikembangkan.
Di lingkungan OBI kami dikenalkan dengan istilah berlayar. Ia merupakan sebuah ungkapan yang menandai suatu momen saat kapal menarik jangkar meninggalkan pelabuhan menuju lautan lepas, siap menghadapi segala hal yang belum diketahui. Kami para peserta diajak untuk memaknai hal itu dengan dalam, bahwa sama seperti kapal-kapal itu, kami nantinya akan “melepas jangkar” dan pergi menuju lautan masa depan yang penuh tantangan. Kegiatan selama 6 hari bersama OBI menjadi sebuah simulasi kecil dari pelayaran besar itu. Sebuah pepatah mengatakan bahwa hal-hal hebat tidak pernah datang dari zona nyaman. Kegiatan bersama OBI mampu menunjukkan hal itu. Mau tidak mau kami memang harus berani keluar dari zona nyaman itu. Namun, itulah makna dari kegiatan ini: mengubah kami menjadi pribadi baru yang juga memiliki kekuatan baru. Fisik dan mental kami ditempa habis-habisan namun itulah yang membentuk karakter kami, karakter seorang pejuang. Kini, kami telah siap menerima tantangan-tantangan lain yang akan diberikan. Satu-satunya hal yang harus kami lakukan adalah berlayar, berlayar, dan berlayar!
Insieme di Kampus Cor Jesu Malang
Selasa, 13 Februari 2018 |
Keluarga besar KB-TK, SD, SMP, SMA-SMK Cor Jesu Malang mengadakan Cor Jesu’s Art Performance sekaligus memperingati 118 tahun karya Ursulin di Kota Malang. Acara menampilkan berbagai macam seni dan drama musikal bertajuk “Jejak Sang Misioner” di Gedung Graha Cakrawala, Malang.
“Salah satu keterampilan yang dituntut pada abad ke-21 ini adalah kemampuan untuk bekerja sama dan berkolaborasi dengan orang lain. Maka sekolah-sekolah yang dibimbing oleh para Suster Ursulin menjadikan nilai Insieme (semangat kebersamaan) sebagai salah satu nilai dalam pendidikan karakter, termasuk Cor Jesu,” demikian kata Ketua Panitia, Agatha Ariantini dalam sambutannya.
Turut hadir dalam acara, Kepala Cabang Dinas Pendidikan Wilayah Kota Malang yang diwakili oleh Ibu Sri Ratnawati dan Kepala Cabang Dinas Pendidikan Kota Batu Provinsi Jawa Timur yang diwakili oleh Bapak Adi Prajitno. Selanjutnya, hadir pula dalam acara Pimpinan Komunitas Sancta Trinitas Malang, Sr. Hilda Sri Purwaningsih, OSU.
Dalam sambutannya, Sr. Hilda mengucapkan terima kasih kepada Tuhan karena karya suster Ursulin di Kampus Cor Jesu sudah berusia 118 tahun. Dengan harapan, para suster Ursulin, seluruh warga Kampus Cor Jesu, dan semua yang telah ikut ambil bagian dalam perjalanan hidup Cor Jesu menjadi lebih bersemangat. Terutama dalam meningkatkan kerja sama dalam suka duka hidup sehari-hari, tetap mampu mengedepankan persatuan, bertekun dengan setia dan gembira.
Sementara itu, Ketua I Pusat Yayasan Pendidikan Ursulin, Sr. Ferdinanda Ngao, OSU menuturkan melalui peringatan 118 tahun komunitas dan karya Cor Jesu Malang dapat mengajak kita semua untuk selalu mengandalkan iman, harap, dan cinta dalam berbagai bentuk pelayanan.”Sebuah harmoni kehidupan dalam komunitas dan karya pelayanan pendidikan Cor Jesu Malang lahir dari tiga keutamaan ini, iman, harap, dan cinta yang dihayati secara harmonis itulah harta karun yang dipelihara dan diwarisi dari tahun ke tahun dan dari abad ke abad,” ucap Sr. Ferdinanda.
Kemudian Ketua III Yayasan Dhira Bhakti, Sr. Yovita Tiwang, OSU menjelaskan bahwa “Jejak Sang Misioner” adalah jejak kasih Allah yang nyata dan tanpa batas. Jejak itu memberi kekuatan dan keyakinan bagi para pendahulu, para suster, dan mitra untuk berjuang dengan semangat dalam menghadapi serta mengatasi setiap hambatan yang dijumpai.
“Setiap kesulitan dan tantangan tidak menyurutkan semangat para pendahulu, namun semakin erat bersatu dalam doa, dalam cinta dan dalam karya yang telah mereka mulai. Semangat itulah yang dirayakan, disyukuri dan dengan tekad yang bulat kita teruskan untuk kemudian dilanjutkan oleh generasi berikutnya,” tandas Sr. Yovita.
Dengan melalui berbagai macam tantangan dan bertekun dalam doa, maka Cor Jesu’s Art Performance 2018 berjalan dengan lancar dan sukses. Salam SERVITE et AMATE.
Penulis: Veronika Endah B.
Guru SMP Cor Jesu Malang Sumber: Booklet CJAP 2018
Cinta Santa Theresia Untuk Indonesia .
Minggu, 25 Februari 2018, keluarga besar TK-SD SantaTheresia merayakan hari ulang tahun ke- 90. Sebagai ucapan syukur atas berkat penyertaan Tuhan terhadap karya pendidikan TK-SD Santa Theresia,kampus mengadakan Misa Syukur, Long March,dan Pagelaran Seni Budaya bertajuk “Cinta Santa Theresia Untuk Indonesia”.
Adapun tujuan acara perayaan 90 tahun TK-SD Santa Theresia yaitu agar kampus dapat dikenal luas oleh masyarakat khususnya di DKI Jakarta. Selain itu, kampus Santa Theresia dapat menjadi sekolah yang kreatif dan inovatif dengan menampilkan pagelaran seni di area car free day. Melalui pagelaran seni juga, kampus Santa Theresia ingin menanamkan kecintaan pada budaya, bangsa dan tanah air Indonesia kepada generasi muda.
Lewat perayaan ini, kampus Santa Theresia dapat mengembangkan sikap mandiri, disiplin, tekun, dan bertanggung jawab serta memiliki daya juang tinggi kepada seluruh peserta didik. Tidak itu saja, kampus Santa Theresia ingin menunjukkan bahwa mereka dapat membangun semangat kerjasama dalam tim. Dan dapat menghasilkan pemimpin yang berintegritas, bertanggung jawab, memiliki rasa cinta kepada Tuhan, sesama, serta lingkungan.
Tak terasa, pertumbuhan dan perkembangan TK- SD Santa Theresia mencapai usia 90 tahun di tahun 2017. Tepatnya pada tanggal 1 Juli 1927 dibukalah Sekolah Rakyat (SD) kemudian dilanjutkan dengan Taman Kanak-kanak (TK). Pertumbuhan dalam segala aspek secara perlahan terus berkembang sehingga menghasilkan lulusan yang siap mengikuti jenjang berikutnya. Pelayanan pendidikan yang diberikan disesuaikan dengan perkembangan zaman dan kebutuhan anak-anak gerenasi penerus bangsa. Semoga di usia yang semakin tua ini, TK-SD Santa Theresia dapat lebih memberikan pelayanan prima kepada seluruh masyarakat dan tetap berada di hati para orang tua khususnya di Jakarta.
(01/10/18) Keluarga besar KB-TK, SD, SMP, SMA-SMK Santa Theresia Jakarta merayakan pesta pelindung kampus.Read more