Orasi Ilmiah oleh Pak Rully, Dosen Sekolah Tinggi Pembangunan Masyarakat (STPM), Santa Ursula Ende.
Yang saya hormati, Senat Sekolah Tinggi Pembangunan Masyarakat Santa Ursula Ende,
Yang saya hormati para tamu kehormatan, Yang saya hormati, para orang tua wisudawan-wisudawati,
Yang saya banggakan para wisudawan-wisudawati.
Dan Yang saya cintai segenap civitas akademika Sekolah Tinggi Pembangunan Masyarakat Santa ursula Ende
Selamat Pagi dan Salam Sejahtera bagi kita semua
Izinkan saya membawakan orasi ini dengan judul:
Generasi Muda di Era Pembangunan dan Digitalisasi
Sebulan lalu, tepatnya di Bangkok, sebuah perusahaan besar yang bergerak di dunia digital dan gadget, HUAWEI mengadakan Mobile Broadband Global Forum yang meluncurkan teknologi 5G dengan slogan 5G lead the stride (5G Pemimpin Langkah).[1]
Moment itu menjadi sebuah etape baru dalam sejarah perkembangan teknologi. Bahwa teknologi 4G yang sekarang terpakai di handphone kita masing-masing, akan segera digantikan oleh teknologi baru 5G. Teknologi ini diprediksikan membuat dunia dan kehidupan kita menjadi lebih canggih, cepat dan lebih luas daya jangkauannya.
Kemampuan yang canggih, cepat dengan daya jangkau yang makin luas, tentunya membutuhkan skill dan pemahaman manusia di atas rata-rata. Sebab, akan ada banyak fitur maupun mekanisme teknologi baru. Sudah pasti, otak dan otot yang fresh menjadi kualifikasi pertama dan utama untuk mengoperasikan sistem-sistem digital itu. Dalam konteks ini, sadar atau tidak, cepat atau lambat, kualifikasi ini akan mengkondisikan dan mengedepankan generasi muda, generasi Z atau anak zaman now sebagai pemain utama di era ini.
Fakta ini semakin mapan ketika perusahaan Huawei dalam acara itu, menampilkan generasi-generasi muda dari berbagai negara yang mengoperasikan berbagai sistem. Mereka itu adalah pebisnis muda sampai para entertaint muda yang menggunakan Instagram, Youtobe, Tiktok atau pun Facebook untuk mempromosikan diri, menampilkan berbagai kegiatan atau menjual berbagai produk untuk mendapatakan cuan atau keuntungan dari berbagai endors dan iklan pada akun mereka masing-masing.
Pada hadirin yang terhormat,
Sadar atau tidak, dunia kita sedang dan sudah bertransformasi. Transformasi ini terjadi begitu cepat, bagaikan dunia yang terus berlari, sebagaimana dikatakan Anthony Giddes, a Ranaway World. Jika pada masa tradisional, dengan bertani orang bisa hidup dari hasil alam, atau di masa modern dengan menjadi pekerja kantoran orang sanggup memperoleh kesejahteraan, perlahan di masa kini, dengan menjadi Youtober atau menjadi selebgram yang punya ribuan subsricber dan follower atau bermain saham di Forex dan berdagang dengan bitcoin, orang sudah bisa menjadi sultan-sultan dengan topangan finansial memadai.
Maka dari itu, tidak mengherankan jika generasi sekarang, dengan usia relative cukup muda, sanggup memperoleh penghasilan yang cukup. Hidup kelihatan jadi mudah bagi mereka. Ketenaran serta berbagai kesenangan pun mengikutinya. Model dan lifestyle seperti ini kemudian menjadi ikonik dan menjadi imaginasi bagi generasi zaman ini. Sungguh benar, jika banyak generasi muda yang sibuk di dunia digital dan berlomba-lomba menjadi viral di media sosial.
Seperti sebuah panggilan alam, istilah hypperconnected ( kecenderung memperluas koneksi melalui jaringan di media sosial) dan istilah always on (selalu online di media sosial) menjadi back up utama, ketika mereka ingin bertransformasi menjadi pribadi-pribadi yang eksis sambil meraup cuan atau uang dari dunia digital.[2] Maka, jika di masa lampau, Filsuf Prancis, Rene Descartes, menegaskan eksistensi manusia dengan mengatakan , Cogito Ergo Sum, Saya berpikir maka saya ada, maka di era digital ini semboyannya adalah, saya online maka saya ada. [3]
Idealisme menjadi eksis dan sejahtera melalui dunia digital telah menerobos ke ruang-ruang kehidupan. Di masa kini, jika orang tidak berinovasi dan memanfaatkan dunia digital dengan berbagai atribut dan mekaninsmenya, cepat atau lambat, anda akan tergilas oleh berbagai perubahan yang ada. Untuk itu, pemahaman, kelincahan dan kecepatan dalam beradaptasi dengan berbagai perubahan merupakan hal utama yang dibutuhkan di masa ini dan oleh generasi ini.
Dengan bonus demografi milik negara dan juga oleh daerah ini, kita bisa menjadi optimis, bahwa di era Indonesia Emas di tahun 2045, bangsa kita bisa mencapai kemakmuran dan kemajuan sebagai cita-citanya
Namun saudara-saudari sekalian, kita pun tidak bisa menafikan bahwa perubahan yang terjadi, akibat kemajuan sains dan teknologi ini, selalu berpotensi merambah pun menabrak ke segala arah, bahkah manusia sendiri kadang tidak bisa mengontrolnya. Akibatnya, berbagai macam bahaya dan resiko selalu menanti di ujung setiap perubahan dan kemajuan zaman. Berkaitan dengan hal ini, dalam karyanya, Runaway World, Anthony Giddens menulis,
“Science and technology are inevitably involved in our attempts to counter such risks, but they have also contributed to creating them in the first place” (Sains dan teknologi adalah hal yang pasti dalam usaha manusia untuk menangani resiko-resiko, namun sains dan teknologi jugalah yang menjadi penyumbang pertama dalam menciptakan bahaya dan resiko)[4]
Kita tidak bisa menuntup mata, bahwa banyak situasi mengkhawatirkan yang melingkupi generasi ini. Hal ini semakin menguat ketika belum ada sinkronisasi antara pembangunan dan perkembangan infrastruktur digital dengan dukungan keseimbangan perkembangan dan pertumbuhan sumberdaya manusia, terutama di level lokal. Dalam skala mikro, indikator dari hal ini cukup jelas terpampang dari fenomena-fenomena yang mendeskripsikan bagaimana generasi sekarang, yang banyak salah kaprah dan terdampak efek negatif penggunaan media sosial, fitur digital maupun media digital
Mental pasif, mental instan dan kecanduan tawaran dunia digital, seperti asyik dengan media sosial ataupun game online selama berjam-jam menjadi fakta yang tidak terelakan yang bisa kita temui di sekitar kita.
Anak-anak sekolah dan mahasiswa pun telah menghamba pada Google untuk memecahkan segala persoalan tugas dari guru dan dosen. Bagai semut mengerubuti gula, tempat-tempat dengan ketersediaan wifi telah menyita waktu generasi ini untuk berlama-lama dan asyik bermain game online. Youtobe, Facebook, Instagram, Tiktok ataupun Snack video dengan berbagai konten, mulai dari yang paling sopan sampai yang paling fulgar telah menyedot mereka. Mereka hanya menonton dan menikmati apa yang disajikan di dunia digital, tanpa menyadari bahwa semua infromasi akan mengkonstruksikan etika, etos hidup maupun standar perilaku sampai ke alam bawah sadar.
Alhasil, era ini sungguh sanggup menghasilkan generasi menunduk, yang terus menunduk dan sibuk dengan urusan pribadi dan keasykian sendiri. Mereka tidak mengangkat kepala untuk melihat, menyadari serta kritis dalam menanggapi berbagai fenomena sosial kemasyarakatan serta fenomena kehidupan sekitarnya.
Konseskuensi lainnya, yakni selain menggerus semangat produktif dan militansi generasi ini untuk berjuang, tetapi juga mengaburkan batas-batas etika dan standar moral budaya setempat. Tidak mengherankan jika muncul berbagai konten di media online yang tidak beretika, mulai dari hoax, ujaran kebencian, cyberbullyng (pembulian di media sosial). Dan, bahkan bukanlah hal baru ketika terjadi aksi pamer lekukan tubuh untuk meraih like, memperoleh ribuan viuwer dan menjadi viral atau memperoleh untung dari media sosial. Konten digital bertajuk Kebaya Merah, mungkin bisa menjadi salah satu contohnya.[5]
Saudara-saudara, kita hidup di era, di mana dunia semakin sulit untuk diatur dengan mental manusia yang semakin berubah dan semakin abai. Sementara itu, di pihak lain, bangsa ini, daerah kita, masih sangat membutuhkan perubahan-perubahan terutama di level masyarakat akar rumput seperti di desa. Proses pembangunan di desa dalam daerah ini mesti terus dikawal dan dikedepankan.
Hal ini amat diperlukan, mengingat proses pertumbuhan di desa, baik sumberdaya manusia maupun sumberdaya ekonomi yang masih belum cukup membanggakan, meskipun hampir 2 periode ini pemerintah telah menguncurkan dana yang tidak sedikit, baik untuk daerah terutama untuk desa.
Perkembangan daerah dan desa yang lamban ini tentu menuntut banyak inovasi, terobosan dan transformasi yang tidak bisa menunggu, terutama di bidang advokasi, pelibatan masyarakat dan teknologi infromasi.[6] Hal ini tentunya membutuhkan ide-ide dan otot-otot segar dari mereka, terutama generasi muda, yang tidak hanya terpaku pada kehebatan di daerah atau wilayah sendiri, seperti katak dalam tempurung, tetapi mereka yang sanggup keluar dari diri, bertemu banyak orang dan menimba banyak pengelaman dan pengetahuan berkat perjumpaan baik secara langsung maupun online, lokal dan global
Dari sana, orang bisa menimba pengetahuan lalu kembali dengan ide dan konsep serta aksi untuk membuat banyak terobosan di daerah dan di desa. Dan ini hanya bisa dilakukan paling banyak oleh generasi muda. Ini adalah modal yang bisa dikembangkan apabila generasi ini ingin membentuk wajah daerah dan desa-desa kita agar sejahtera dan manusiawi
Mengapa mesti demikian? Alasannya adalah perubahan, pembangunan, nasib dan situasi bangsa ini, secara perlahan telah bergeser dari tangan generasi Baby Boomer ke tangan generasi Milenaial dan generasi Z.[7] Oleh kerena itu, sebagai generasi muda, termasuk anda semua, para wisudawan-wusydawati, tidak bisa menunggu sambil terus berpangku tangan dan kaki. Ada peran-peran, baik dalam pranata sosial maupun di level karya, baik itu pihak swasta maupun pemerintahan, yang secara bertahap dan etis mesti dipindahtangankan dan diatur oleh generasi yang lebih mengerti zaman ini.
Hal ini tentunya tidak menegasikan aspek proses. Sebab, tanggungjawab ini hanya bisa dipikul oleh mereka yang benar-benar memiliki kapasitas untuk menjalakannya. Untuk itu, kampus dan berbagai pranata pendidikan, termasuk keluarga, mestinya selalu memberikan yang terbaik dalam menyiapkan berbagai proses dan menuntun generasi ini untuk siap menghadapi zamannya.
Namun, saudara-saudari, pertanyaan kemudian muncul di sini. Apakah anda sekalian sudah siap memikul tanggungjawab ini? Mengurus banyak hal, mulai dari persoalan sosial, persoalan kemasyarakatan, persoalan kebiasaan dan tradisi masyarakat sampai dengan persoalan-persoalan pembangunan, entah itu meyangkut infrastruktur dan pembangunan sumberdaya manusia?
Apa yang mesti dibuat?
Berhadapan dengan pertanyaan tadi, beberapa hal dapat diajukan di sini. Pertama, penting untuk menumbuhkan habitus digital. Habitus digital merupakan pola hidup baru di era digital, di mana kita semua, terutama genarasi muda, tidak hanya menggunakan berbagai kemudahan dan aplikasi di dalam dunia digital untuk kesenangan semata, tetapi mesti cakap, kreatif dan produktif.
Kecakapan di sini tentunya menuntut pengertian dan pemahaman cara mengoperasikan berbagai instrument yang berkaitan dengan dunia digital, sambil tetap mengerti secara baik, apa implikasinya ke depan, baik yang positif maupun yang negatif.
Sementara itu, kreatif dan produkti berarti memiliki daya yang kuat untuk memanfaatkan perkembangan digitalisasi ini. Dengan kreatifitas dan produktifitas, generasi ini mesti sanggup menciptakan inovasi-inovasi baru berbasis digital, yang bukan hanya untuk tujuan pamer atau gagah-gagahan saja, tetapi terutama membawa dampak yang berarti bagi perkembangan dan pembangunan masyarakat pada umumnya seperti, mengembangkan bisnis digital, ekosistem jejaring dan usaha berbasis digital, ataupun jejaring diskusi digital yang bisa mempengaruhi kebijakan sosial dan politik negara ini ke arah yang positif.
Namun, saudara-saudari, di atas semua itu, hal kedua yang perlu diingat dan dipraktikan ialah bahwa urgensi pengembangan habitus digital ini, perlu ditopang oleh karekater yang kuat. Sebagai lembaga pendidikan yang bernaung di bawah sebuah Yayasan Katolik, Santa Ursula, kita boleh berbangga bahwa kita mempunyai nilai-nilai dasar Pendidikan Serviam, yang juga diangkat menjadi tema besar dalam wisuda kali ini yakni integritas dan tangguh dalam menghadapi tantangan zaman.
Pada tataran yang paling sederhana integritas ialah melakukan apa yang dikatakan dan dipikirkan, lalu memikirkan lagi atau berefleksi, menginternalisasikan dan menunjukan nilai-nilai dari apa yang telah dilakukan. Hal ini mesti tumbuh menjadi dialektika antara kata dan perbuatan yang tidak pernah putus sehingga sanggup membentuk kapasitas dan kapabilitas pribadi-pribadi yang tidak terjerumus menjadi sekutu NATO, (No Action, Talk Only) orang yang hanya banyak omong dan tidak berbuat apa-apa, tetapi menjadi pribadi yang sanggup memberikan teladan, melalui kata dan perbuatan, sebab orang bijak pernah berkata, kata-kata meneguhkan, tetapi telandalah yang menggerakan.
Selain itu, masyarakat ini juga sudah cukup keyang dan bosan dengan perilaku para pengumbar janji kesejahteraan masyarakat yang tidak punya hati dan aksi yang tulus serta militansi untuk mewujudkannya. Dialektika yang sama juga akan memungkinkan kita untuk tidak gegabah dan salah kaprah dalam bertindak. Selain itu ia juga sanggup mentransformasi pribadi-pribadi yang visioner, yang bisa melihat dan memprediksikan secara jauh apa yang akan terjadi, sehingga sanggup melakukan berbagai antisipasinya.
Dengan modal karekter ini serta skill dalam dunia digital, tentu akan menjadi bekal yang layak, sehingga membuat kita optimis dan berani untuk menghadapi tantangan zaman, tantangan pembangunan masyarakat dan tantangan era digital. Karekater ini akan memperkuat berbagai potensi yang sudah ada di dalam diri anda masing-masing untuk berjuang dan terus eksis serta berpresatsi secara positif.
Epilog,
Saudara-saudari yang saya hormati, generasi muda (termasuk anda semua yang hari ini memakai toga wisuda) adalah aset dan masa depan bangsa, namun sekaligus pada saat yang sama, bisa menjadi bom waktu. Jika didampingi dengan sungguh ataupun anda sendiri sanggup sadar diri untuk segera beraksi dan berkarya di masyarakat, maka masa booming digitalisasi ini akan menjadi era berkah dan keuntungan bagi anda sekalian.
Namun, jika yang terjadi sebaliknya, di mana tidak ada kesadaran, habitus digital, integritas, dan berani menghadapi tantangan zaman, maka masyarakat dan bangsa ini tinggal menunggu waktu ledakan berbagai ketimpangan dan patologi sosial yang dibuat oleh generasi ini.
Maka dari itu, pilihannya ada pada tangan anda sekalian. Apakah kita mau menjadikan masa ini sebagai peluang emas kita, atau membiarkan diri kita menjadi penonton pasif dan hanya menggunakan perkembangan digitalisasi untuk kesenangan non produktif yang bersifat negatif.
Wahai generasi muda, kalian dilahirkan untuk masa ini dan kesempatan ini, maka marilah mengisi masa ini dengan baik sehingga menjadi anak tangga-tangga yang kokoh membangun masa depan desa-desa kita, masa depan daerah kita dan negara kita ke arah yang cerah, ke arah yang lebih baik..
Sekali lagi selamat bagi para wisudawan/wati. Semoga berbagai tindakan dan karya anda nanti berguna bagi gerak pembangunan masyarakat pada berbagai lini, karena kita adalah Sekolah Tinggi Pembangunan Masyarakat Santa Ursula, yang Membangun Dari Daerah Untuk Nusantara.
Sekian dan Terimakasih
Yang saya hormati, …
Para Civitas Akademika yang terhormat, izinkanlah saya memulai orasi ilmiah ini yang saya beri judul Generasi Muda di Era Pembangunan dan Digitalisasi
The world in which we find ourselves today, however, doesn’t look or
feel much like they predicted it would. Rather than being more and more
under our control, it seems out of our control – a runaway world
Science and technology are inevitably involved in our attempts to counter such risks, but they have also
contributed to creating them in the first place. (Giddens Runaway World, 2002)
Sains dan teknologi adalah hal yang pasti dalam usaha manusia untuk menangani resiko-resiko yang akan dihadapi dalam hidup, namun sains dan teknologi juga menjadi penyumbang pertama dalam menciptakan bahaya dan resiko
Mengapa pemuda mesti lebih serius dalam menghadapi tantangan zaman ini?
Huawei 5G…
Bonus Demografi yang membuat pemuda, sekarang sudah terjun ke dunia nyata, dunia pekerjaan, sela
Semangat dan karakter pemuda dari masa ke masa
kaum muda sebagai penggerak dari masa-ke masa, semangat yang luar bisa,
Bagimana digitalisasi telah mempengaruhi genarsi muda
hipperconected, dan generasi always on… efek negative,
Sementara generasi muda sendiri banyak hal yang mesti dihadapi (efek negatfi)
Lalu bagaimana dengan Desa?
Lima tahun dana desa, tetapi belum ada perubahan di desa yang singfikant
Regulasi yang buat tidak fleksibel tapia tur dana desa…
Tingkat kreatif yang dipraktikan pada level desa sekalian
[1] HUAWEI Mobile Broadband Global Forum (www.mobileworldlive.com)
[2] Pew Research Centre, Main Findings: Teens, technology and human potential 2020 (pewresearch.org)
[3] Rene Descartes, Meditation of First Philosophy, 1641
[4] Anthony Giddens, Runaway World, London: Profile Books, 2002, hlm.23.
[5] Pemeran Video “Kebaya Merah” Ditangkap, Begini Cara Polisi Telusuri Jejak Pelaku (Kompas.com,9/11/2022)
[6] Piter Tonael, Pemberdayaan Masyarakat Melalui Digitalitasi dan Potensi Densa, Materi Seminar Pemuda Pembangun dan Digitalisasi, Ende, 29 Oktober 2022, hal 12.
[7] Generasi Baby Boomer adalah generasi yang lahir antara tahun 1946-64, Generasi Milenial lahir antara 1981-1996, dan Generasi Z lahir antara tahun 1997-2012 (katadata.co.id)