KLATEN, SERVIAMNEWS.com – Manusia bukan hanya makhluk cerdas (Homo Sapiens), namun ternyata juga merupakan makhluk pemain yang suka memainkan permainan (Homo Ludens). Ini terbukti pada tanggal 10 dan 11 Desember 2024, ketika para guru KB, TK, SD, dan SMP Maria Assumpta mengikuti Workshop Experiential Learning (Pembelajaran Berbasis Pengalaman). Dalam workshop yang dipandu oleh Bapak Drs. Johanes Eka Priyatma, M.Sc., Ph.D., para guru sangat menikmati bermain, layaknya anak-anak.
Workshop yang berlangsung selama dua hari ini diisi dengan kegiatan bermain dan bermain. Permainan menjadi sarana untuk mendapatkan suatu pengalaman sekaligus membangkitkan kegembiraan dan semangat. Pada hari pertama, Pak Eka memulai workshop dengan mengajak peserta bermain aneka permainan yang menyenangkan sembari menyadarkan tentang pentingnya fokus dan konsentrasi. Melalui permainan ini peserta menyadari bahwa kegembiraan, fokus, dan konsentrasi dibutuhkan dalam mengikuti workshop ini. Peserta dengan sendirinya menyadari hal ini tanpa harus diberitahu oleh pemandu. Di sinilah untuk pertama kalinya peserta disadarkan bahwa pengalaman itu penting untuk membentuk suatu pemahaman.
Experiential Learning atau Pembelajaran Berbasis Pengalaman ini membutuhkan imajinasi terkait profil lulusan yang diharapkan. Maka sebelum melangkah dalam kegiatan pembelajaran di kelas, penting bagi sekolah untuk merumuskan profil lulusan. Profil lulusan ini meliputi kompetensi pengetahuan, keterampilan, dan sikap. Profil lulusan dirumuskan berdasar visi dan misi satuan pendidikan serta keadaan dan kemampuan satuan pendidikan dari sisi SDM, sarana-prasarana, keuangan, serta budaya organisasi. Profil lulusan ini harus menjadi dasar dalam berbagai keputusan dan tindakan.
Terkait profil lulusan ini, peserta diberi kesempatan untuk berimajinasi bersama kelompok, memimpikan lulusan seperti apa di setiap jenjang pendidikan. Maka peserta yang mengajar di KB dan TK berkumpul menjadi satu kelompok, SD berkumpul menjadi tiga kelompok, dan SMP berkumpul menjadi dua kelompok. Setiap kelompok mengalami memimpikan dan mengomunikasikan impian tentang profil lulusannya melalui suatu aktivitas yang menarik dan menyenangkan.
Kelompok merumuskan impiannya dan mengejawantahkan impian itu dalam kegiatan fashion show. Jadi, setiap kelompok membuat busana dan aneka aksesorisnya untuk menggambarkan profil lulusan yang menjadi impian kelompok. Salah satu anggota kelompok menampilkan profil itu dalam pertunjukan fashion show, sementara ada satu perwakilan lainnya yang menjelaskan profil lulusan yang kelompok impikan. Sesi terakhir di hari pertama ini peserta diajak menemukan inspirasi dari film “Dead Poet Society”. Dengan menyaksikan film ini, peserta masuk ke dalam pengalaman tokoh guru dalam film tersebut. Pengalaman inilah yang menjadi bahan refleksi untuk kemudian ditemukan relevansinya di satuan pendidikan.
Hari kedua workshop diawali dengan penyadaran akan realitas bahwa saat ini manusia hidup di era VUCA yang penuh dengan kepalsuan. Hoaks beredar di mana-mana. AI disalahgunakan untuk kepentingan orang-orang yang tidak bertanggung jawab. Manusia hidup dalam ketidakpastian. Maka dibutuhkan pedagogi yang tepat untuk menghadapi situasi seperti ini, di mana pembelajaran harus relevan dengan tantangan zaman, kontekstual (sesuai dengan situasi yang konkret), otentik (apa adanya, murni), dan variatif.
Pembelajaran Berbasis Pengalaman menjadi pilihan ideal untuk proses pembelajaran di era seperti sekarang ini. Dasar dari Pembelajaran Berbasis Pengalaman adalah filsafat konstruktivisme. Dalam filsafat ini, diyakini bahwa pengetahuan paling berdampak jika disusun sendiri oleh siswa. Pengetahuan yang didapat akan memicu rasa penasaran yang memunculkan pertanyaan, pergulatan, dan imajinasi.
Dinamika dalam Pembelajaran Berbasis Pengalaman meliputi lima langkah. Pertama-tama siswa diajak mengalami. Pengalaman yang didapat itu kemudian direfleksikan. Refleksi tidak selalu terkait kerohanian. Refleksi di sini adalah proses menemukan makna dibalik peristiwa. Maka guru perlu memberi ruang yang cukup untuk siswa mengungkapkan pengalaman dan perasaan dengan bahasa mereka sendiri. Pertanyaan pemantik tentu akan sangat membantu dalam proses refleksi ini.
Setelah direfleksikan, pengalaman itu dianalisis. Untuk jenjang KB dan TK, kegiatan analisis ini tidak harus ada. Sedangkan untuk jenjang SD, kegiatan analisis sebaiknya menggunakan sarana atau pendekatan yang konkret. Analisis yang sederhana untuk anak SD adalah analisis sebab akibat. Setelah analisis, kemudian dilakukan generalisasi (menarik kesimpulan). Pada tahap ini siswa dipancing untuk menggali nilai-nilai serviam. Guru harus belajar menahan diri untuk tidak ceramah mengenai nilai-nilai ini. Tahap terakhir dari dinamika Pembelajaran Berbasis Pengalaman adalah aplikasi. Pada tahap ini, guru dapat memberi kesempatan yang luas kepada siswa untuk menyampaikan pendapat atau berimajinasi.
Dalam workshop dua hari ini, peserta membuktikan sendiri kekuatan Pembelajaran Berbasis Pengalaman. Peserta tidak banyak mendengarkan ceramah yang menunjukkan tentang apa itu Pembelajaran Berbasis Pengalaman, namun diajak untuk mengalami sendiri apa yang dipelajari. Peserta membangun sendiri pengetahuan tentang Pembelajaran Berbasis Pengalaman itu. Workshop tidak berakhir sampai di sini. Saatnya bagi peserta untuk mempraktikkan hasil belajarnya di kelas masing-masing. Semoga dengan menerapkan Pembelajaran Berbasis Pengalaman ini, proses pembelajaran menjadi mindful, meaningful, and joyful. Dan lebih dari itu, pembelajaran dapat melahirkan profil lulusan sebagaimana diharapkan oleh sekolah.
“Saya dengar, saya lupa. Saya lihat, saya ingat.
Saya lakukan, saya mengerti.”
(Confusius)
“Beritahu aku, aku lupa. Ajari aku, aku ingat.
Libatkan aku, aku mengerti.”
(Benyamin Franklin)
Maria Asih Wibowo Retno, SD Maria Assumpta Klaten
Kampus Ursulin Maria Assumpta Klaten : http://mariaassumpta.sch.id/