Dalam rangka Hari Kemerdekaan RI ke- 77 tahun, kita mengulas seputar Merdeka dalam Pendidikan Ursulin bersama Ketua I Yayasan Pendidikan Ursulin, Sr. Ferdinanda Ngao, OSU:
Mendengar kata merdeka, saya selalu ingat akan Kemerdekaan Indonesia yang kita rayakan pada setiap tanggal 17 Agustus, Secara historis arti kata “merdeka” adalah terlepas dari penjajahan, penindasan, ketergantungan, keterikatan dengan penjajah. Di masa lalu arti kata merdeka dimengerti dengan konotasi negatif. Singkat kata, merdeka dimaknai sebagai “merdeka dari penjajah”.
Setelah lepas dari penjajah, kata merdeka dimaknai sebagai kebebasan dan kemandirian untuk mengatur dan menentukan kehidupan sendiri berdasarkan hak dan martabatnya. Ada pergeseran makna kata, dari bebas dari menjadi bebas untuk orang makin menyadari haknya untuk menikmati kebebasan. Ia ingin tumbuh menjadi manuasia merdeka
2. Mengapa kita masih terus berjuang meski sudah 77 tahun merdeka?
Banyak kata-kata indah yang mengatakan bahwa kemerdekaan itu adalah sebuah anugerah bagi bangsa Indonesia. Anugerah ini belum disyukuri dan dihayati sungguh-sungguh dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Kita memang sudah merdeka sekian lama dari penjajah, tapi sebagai manusia kita lupa bahwa kita masih dijajah oleh kelemahan dan kerapuhan kita masing-masing.
Perjuangan untuk merdeka atau bebas dari kelemahan dan kerapuhan diri, tidak mudah, membutuhkan proses yang jauh lebih lama untuk menjadi bebas. Bahkan menurut saya memerdekakan diri dari bentuk penjajahan yang ini jauh lebih sulit. Bisa menjadi perjuangan seumur hidup jika tiap kali kita jatuh lagi, jatuh lagi, dan terperangkap ke dalam kelemahan yang sama. Kesulitan memerdekakan diri seringkali menyebabkan kita justru bertumbuh menjadi penjajah-penjajah bagi orang lain yang hidup bersama dan bekerja bersama kita.
3. Bagaimana mengisi Kemerdekaan dengan hal-hal yang positif?
Menurut hemat saya, yang paling mendsar adalah berusaha memerdekakan diri dari segala bentuk kerapuhan kita sebagai manusia dengan mengadakan rekonsiliasi dengan diri sendiri dan dengan orang lain yang hidup dan bekerja bersama kita. Hanya dengan kesadaran untuk mengakan rekonsiliasi secara terus menerus dengan diri sendiri dan dengan orang lain, perlahan-lahan namun pasti, kita akan bertumbuh menjadi manusia Indonesia merdeka.
Salah satu ciri manusia Indonesia Merdeka adalah manusia yang memfokuskan dirinya bagi kepentingan dan kebahagiaan orang lain baik dalam lingkup keluarga, masyarakat, maupun bangsa. Ia tidak sibuk dengan kepentingan dan keuntungan diri terus menerus, melainkan terus berupaya memberikan sebagala bakal, potensi, kemampuan-kemampuan, waktu, tenaga, dan perhatian hanya demi kesejahteraan orang lain dan kesejahteraan bangsa. Jadi, kita bereskan semua hal yang membelenggu dalam diri kita terlebih dahulu. Setelah itu baru kita bisa mengisi kemerdekaan dengan hal-hal yang positif.
Dampak peristiwa kemerdekaan 77 tahun, kita menikmati buah-buah kemerdekaan, seperti:
4. Bagaimana cara memerdekaan manusia melalui pendidikan?
Selaras perkembangan zaman yang semakin pesat dan cepat, kata merdeka sekarang ini lebih dimaknai sebagai kebebasan untuk bereksplorasi, menciptakakan berbagai inovasi dan kreativitas dalam menjawab kebutuhan dan tantangan zaman dengan daya analisa yang tinggi. Perkembangan zaman yang serba tidak pasti, menantang manusia Indonesia untuk lebih bersikap kritis, kreatif, dan analitis dalam melakukan adaptasi- adaptasi.
Sikap-sikap ini saja tidak cukup. Generasi muda kita perlu dibiasakan dalam pendidikan untuk memiliki “wisdom” atau kebijaksanaan dan kemampuan untuk memilih dan membuat keputusan secara cepat dan tepat. Pendidikan nuranis sangat penting. Nurani yang baik akan menuntun generasi muda kita mampu memilah-milah mana yang baik dan berguna, dan mana yang tidak baik dan tidak berguna.
Jadi, saya mau katakan memerdekakan bukan berarti membiarkan saja mereka mengikuti arus perubahan zaman secara mambabi buta. Asak mereka senang, mereka pilih. Tidak demikian. Pilihan dan keputusan yang mereka ambil harus berdasarkan nurani yang baik dan bersih. Dari nurani yang demikian muncul keyakinan-keyakinan yang benar. Keyakinan-keyakinan dimaksud adalah keyakinan yang mendorong mereka untuk melakukan hal-hal positif yang membahagiakan dan memajukan kesejahteraan banyak orang.
Sekarang ini saya masih berpikir begini. Memerdekakan manusia melalui pendidikan adalah membiasakan keberanian, kemandirian, dan ketangguhan dalam menghadapi berbagi tantangan hidup dalam diri generasi muda kita. Selama manusia takut terhadap tantangan hidup, dia belum merdeka karena ketakutan membelenggu dirinya. Maka dalam pendidikan, generasi muda kita perlu diberi ruang untuk membiasakan diri dengan keberanian, kemandirian, dan ketangguhan mental.
Proses pembiasaan perlu dimulai sejak dini. Generasi negara-negara maju usia 18 tahun sudah bisa mandiri. Mereka merasa malu jika masih dibiayai oleh orang tua. Mengapa generasi muda kita pada umumnya masih nebeng hidup dengan orang tua? Karena belum bebas alias masih takut, belum bisa mengatur hidupnya, ingin bergantung terus, dan cenderung memanjakan diri.
5. Merdeka seperti apa yang dihayati dalam semangat Serviam?
Bersyukur sekarang ini ada kurikulum merdeka belajar. Mudah-mudahan kurikulum ini lebih mengutamakan pembiasaan karakter keberanian, kemandirian, dan ketangguhan, Berani bersikap kritis, mandiri melakukan inovasi-inovasi dan menciptakan hal-hal baru, serta tangguh menemukan peluang-peluang dalam setiap hambatan yang dihadapi. Tidak mudah menyerah pada perubahan zaman yang serba cepat, kompleks, dan mendua tetapi berani menghadapi dengan sikap kritis, kreatif, dan membuat pilihan-pilihan positif yang berguna bagi kesejahteraan orang lain dalam keluarga, masyarakat, dan bangsa Indoensia dengan bijaksana.
Sekolah-sekolah Ursulin mempunya core value berupa nilai-nilai Serviam: Cinta dan Belas Kasih, Integritas, Totalitas, Keberanian dan Ketangguhan, Persatuan dan Pelayanan. Keenam nilai ini adalah pilar-pilar bagi kita semua untuk bertumbuh menjadi manusia- manusia merdeka, manusia yang memiliki kebebasan batin. Ia bebas mencintai dan menaruh belas kasih, bebas menjadi panutan, bebas memberikan diri secara utuh, bebas untuk bersikap berani, bebas untuk membangun persatuan dan terakhir bebas untuk melayani siapa saja tanpa memandang suku, agama, ras, dan golongan.
Sebagai penutup, saya mengutip kata-kata penyair Khalil Gibran: “Hidup tanpa kebebasan seperti tubuh tanpa jiwa, Kebebasan tanpa akal seperti roh yang kebingungan. Hidup, kebebasan dan akal adalah tiga dalam satu, abadi dan tidak pernah sirna….