By: ServiamAdminus

Comments: 0

(Refleksi tentang Pendidikan Berkarakter di Tengah Arus Zaman)

Anastasia M D Batmomolin*

Delapan puluh tahun kemerdekaan bukan sekadar peringatan historis, melainkan sebuah momentum reflektif: sejauh mana kemerdekaan itu telah memerdekakan manusia Indonesia? Tahun 2025 mengundang bangsa ini untuk menengok ke dalam dan memandang ke depan, dengan tema nasional yang kuat: Bersatu, Berdaulat, Rakyat Sejahtera, Indonesia Maju. Sebuah visi tentang negara yang tidak hanya utuh secara geografis dan politik, tetapi berakar kuat dalam kesejahteraan dan daya saing rakyatnya.

Sejalan dengan semangat itu, Gereja Katolik merayakan Tahun Yubileum 2025 dengan tema spiritual: Pilgrims of Hope (peziarah harapan). Di tengah dunia yang kompleks dan rapuh, kita diundang untuk tetap berjalan dengan harapan, merawat masa depan dengan iman dan tanggung jawab.

Persinggungan kedua tema ini menemukan ruang yang paling nyata dalam pendidikan. Sebab pendidikan bukan hanya soal pembelajaran akademik; ia adalah ruang pembentukan manusia seutuhnya. Di sinilah kemerdekaan dan harapan bertemu: dalam proses mendidik manusia Indonesia agar mampu hidup merdeka, berpikir kritis, beretika, serta mampu menjadi penggerak perubahan bagi dirinya, sesama, dan bangsa.

Pendidikan dan Kemerdekaan: Bukan Sekedar Warisan, tapi Tanggung Jawab

Dalam sejarah bangsa ini, pendidikan selalu berperan sebagai gerakan kultural yang membebaskan. Ki Hajar Dewantara memaknai pendidikan sebagai usaha menuntun segala kekuatan kodrat yang ada pada anak, agar mereka sebagai manusia dan anggota masyarakat mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya. Pendidikan, dengan demikian, adalah proses pemerdekaan yang berkelanjutan.

Namun, realitas mutakhir menunjukkan bahwa tantangan pendidikan kita belum selesai. Masih ada jurang ketimpangan akses, kualitas, dan makna pendidikan. Dalam konteks ini, kemerdekaan sejati hanya mungkin terwujud jika pendidikan mampu membentuk manusia yang tidak hanya cerdas, tetapi juga berkarakter; tidak hanya kompeten, tetapi juga berhati nurani.

Etika dan Karakter: Inti Pendidikan Sejati

Kemajuan teknologi dan globalisasi telah membuka peluang sekaligus menghadirkan tantangan baru. Generasi muda hidup dalam arus informasi yang deras, sering kali tanpa arah moral yang jelas. Karena itu, pendidikan tidak cukup hanya membekali pengetahuan, tetapi harus menanamkan nilai-nilai etis dan karakter: kejujuran, tanggung jawab, empati, keberanian moral, serta komitmen pada kebaikan bersama.

Pendidikan etis adalah fondasi dari masyarakat yang berdaulat dan sejahtera. Tanpa integritas, keadilan tidak akan terwujud. Tanpa empati, persatuan hanya menjadi slogan. Oleh sebab itu, pendidikan yang mendalam adalah pendidikan yang menyentuh hati dan nurani.

Mendidik dengan Hati: Jalan Panjang Peziarah Harapan

Dalam konteks Pilgrims of Hope, para pendidik, orang tua, pemimpin komunitas berbagai level adalah peziarah yang setiap hari menyalakan harapan melalui proses pembelajaran. Mereka hadir bukan sekadar sebagai pengajar, tetapi sebagai pendamping jiwa, yang mengenali potensi dan kerinduan terdalam setiap anak.

Mendidik dengan hati dan nurani berarti memanusiakan proses belajar: menciptakan ruang dialog, merawat keunikan, menyemai keberanian untuk bermimpi dan berbuat baik. Ini adalah pendidikan yang tidak berorientasi pada angka, tetapi pada pertumbuhan pribadi. Pendidikan seperti inilah yang melahirkan generasi yang tidak hanya pintar, tetapi bijaksana; tidak hanya berprestasi, tetapi berbelarasa.

Harapan bagi Indonesia Maju

Jika cita-cita Indonesia 2045 adalah menjadi bangsa yang maju dan unggul di antara negara-negara lain, maka investasi terbesar harus ditempatkan pada pendidikan bermakna, yang memerdekakan pikiran, membentuk karakter, dan menumbuhkan harapan. Bangsa yang bersatu dan berdaulat hanya mungkin terwujud jika rakyatnya sejahtera, dan kesejahteraan sejati selalu berakar dari kematangan manusia secara utuh: spiritual, moral, sosial, dan intelektual.

Menjadi peziarah harapan di dunia pendidikan berarti bersedia berjalan bersama anak-anak bangsa, menuntun mereka melalui jalan yang mungkin berliku, tetapi pasti menuju masa depan yang lebih adil, manusiawi, dan bermartabat.

Kemerdekaan bukanlah akhir, melainkan ruang awal untuk terus mendidik dan dibentuk kembali sebagai bangsa. Dalam semangat Yubileum dan peringatan 80 tahun Indonesia merdeka, kita diajak tidak hanya untuk merayakan apa yang telah dicapai, tetapi juga untuk berkomitmen pada apa yang masih harus diperjuangkan. Pendidikan adalah medan nyata tempat kita menyatukan kebangsaan dan iman, kompetensi dan nurani, cita-cita dan tanggung jawab.

Mari kita terus menjadi peziarah harapan, yang tak pernah lelah mencintai bangsa ini dengan cara yang paling mendasar dan bermakna: mendidik dengan hati dan nurani.

***

*Dosen STPM Santa Ursula

Follow by Email
Instagram
Copy link
URL has been copied successfully!